Hai hai TemaNda
Waktu tahu kalau Manda hamil lagi di usia 37 tahun, rasanya... campur aduk. Antara syok berat, bahagia, terharu, sekaligus takut. Anak pertama Manda sudah 10 tahun, yang kedua 8 tahun. Jangankan untuk hamil, untuk bangun di pagi hari tanpa ada yang pegal aja, rasanya Alhamdulillah pake banget. Dan yang pasti juga gak kepikiran bakal mulai semua dari nol lagi, terutama soal menyusui.
Tapi ternyata, sanggup tidak sanggup, Allah kasih kepercayaan sekali lagi. Dan perjalanan kehamilan, melahirkan, dimulai lagi. Lalu dimulai kembali fase menyusui, yang ternyata kali ini… benar-benar beda dari dua anak terdahulu. Antara kuat, dan kewalahan.
Beda Usia, Beda Cerita
Menyusui di usia 38 tahun, jelas beda dengan waktu Manda masih 20-an dulu. Dulu, mungkin tenaga masih banyak, begadang bisa disiasati. Sekarang? Baru dua jam tidur kepotong, badan rasanya remuk. Padahal bayi belum tentu puas menyusu, belum tentu mau tidur, belum tentu pup hari ini.
Kalau dulu Manda bisa ambil job agak lama, lalu stok ASIP untuk bayi saat ditinggal. Dulu selalu semangat pumping setiap tiga jam, tapi ternyata sekarang rasanya butuh negosiasi panjang dengan tubuh yang terasa jompo muda. Berasa harus serius minta izin ke tubuh yang sudah lelah, kadang sampai nangis sendirian. Sebenarnya apa sebab Ibu menjadi lebih lelah saat melahirkan di atas usia 35 tahun? Mungkin metabolismenya memang sudah tidak seperti dulu, atau efek gaya hidup yang kurang baik. Ditambah, ini adalah pemulihan paska operasi Caesar yang ketiga untuk Manda.
Bukan berarti tidak bersyukur. Justru karena bersyukur, Manda bertahan. Tapi tetap, kenyataan bahwa menyusui kali ini terasa jauh lebih menguras tenaga, itu tidak bisa diabaikan.
Rasa Lelah yang Tak Terucap
Kadang, orang bilang, “Kan udah pengalaman, pasti lebih santai dong nyusuin sekarang?” Padahal yang tidak kelihatan itu lebih berat dari yang tampak.
Lelah fisik memang bisa diredakan dengan tidur, tapi lelah mental? Itu beda cerita. Ada rasa bersalah kalau ASI tidak keluar sebanyak dulu. Ada kecemasan kalau bayi tidak kenyang. Ada kekhawatiran kalau produksi ASI mulai turun. Ditambah lagi, harus tetap hadir untuk anak-anak yang lebih besar, yang juga butuh perhatian dan pelukan Manda. Percaya deh, menemani anak beranjak remaja jauh lebih terasa melelahkan daripada gendong bayi yang sekarang lebih dari delapan kilogram ini.
Ada momen Manda duduk di pojokan kamar, bayi di pelukan, mata sembab karena tidak tahu harus ngeluh ke siapa. Padahal, Manda cuma butuh meletakkan sejenak semua rasa. Tanpa perlu merasa terbebani, tutup sejenak telinga dari kebisingan panggilan anak-anak yang bersaut sautan.
Tidak Harus Selalu Tangguh
Tapi itu tidak lagi berlangsung lama. Tidak perlu lagi pengobatan Psikiatri seperti awal Covid mewabah. Cukup perlu jadi sadar, mindful, apa yang dirasa, terima, jalani, selesaikan.
Terdengar mudah, tapi menjalaninya tentu berdarah-darah, which is literallya berdarah (If you know what I mean).
Yang pasti yang Manda pelajari di perjalanan menyusui kali ini adalah: kita tidak harus selalu tangguh. Kita boleh bilang capeeeeek, atau capeeek bangeet. Boleh mengaku kewalahan. Boleh rehat sebentar.
Manda pernah di fase membandingkan diri sendiri dengan ibu-ibu lain yang kelihatannya bisa produksi ASI berbotol-botol. Tapi pada akhirnya Manda sadar, semua ini bukan lomba. Semua orang punya rel masing-masing, battlefield-nya sendiri, untuk dilalui, untuk ditaklukan, untuk diselesaikan.
Balik lagi, ASI ini rezeki, dan menyusui itu sendiri adalah sebuah anugerah. Menyusui langsung dari payudara, atau yang biasa kita kenal dengan istilah direct breastfeeding (DBF), sebenarnya lebih dari sekadar kasih makan bayi. Buat Manda pribadi, DBF itu semacam momen intim yang nggak bisa digantikan. Ada sentuhan kulit ke kulit, tatapan mata bayi yang lekat, lalu kehangatan yang bikin kita sebagai ibu merasa... dibutuhkan. Bukan cuma soal nutrisi yang paling pas dan segar buat si kecil, tapi juga soal koneksi batin yang makin kuat dari hari ke hari.
Dan jujur aja, kalau soal kepraktisan, DBF ini juga menang banyak. Nggak perlu steril botol, nggak ribet ngukur takaran susu, dan bisa langsung nenen kapan aja bayi butuh. Bahkan secara jangka panjang, banyak riset bilang DBF bisa bantu menurunkan risiko penyakit tertentu, dan sinyal kebutuhan dari bayi secara langsung kita penuhi. Nutrisi apa yang bayi lagi butuh, itulah yang kita produksi/hidangkan untuknya. Untuk itu, kita harus berjuang, yang tentunya bukan sendiri.
Support System Itu Bukan Mewah, Tapi Kebutuhan
Buat Manda, salah satu hal yang paling menyelamatkan dalam proses menyusui adalah punya support system. Suami yang memahami, anak-anak yang mau ikut membantu. Gak usah yang ribet, sekadar membantu ambil air minum saat Manda duduk sambil menyusui, itu udah berkah banget. Apalagi ditambah p, bahkan teman-teman yang sekadar kirim voice note tanya kabar, itu semua sangat berarti.
Kadang kita suka malu minta tolong. Ngerasa harus bisa semua sendiri. Tapi nyatanya, menyusui adalah kerja tim. Manda bisa nyusuin bayi karena ada yang bantu ngurus rumah, ada yang bantu jaga suasana hati, ada yang bantu mengingatkan makan dan minum cukup.
Minta bantuan bukan tanda lemah. Itu bentuk mencintai diri sendiri.
Merayakan Progres Kecil
Enam bulan ini Manda belajar untuk merayakan hal-hal kecil. Antara lain:
- Hari ini bisa pumping walau cuma 40ml.
- Bayi bisa tidur lebih nyenyak setelah sesi menyusui malam.
- Manda bisa mandi sore tanpa dikejar waktu.
- Payudara tidak bengkak walau skip satu jadwal pumping.
Kecil, tapi bermakna. Karena jadi ibu itu bukan soal hasil besar, tapi ketekunan mencintai dari hal-hal kecil yang terus diulang.
Tubuh yang Berjuang
Di usia 38 tahun, tubuh Manda jelas butuh perlakuan berbeda. Tidak bisa dipaksa begadang terus, gak bisa minum kopi berlebihan demi melek malam. Manda jadi lebih sadar pentingnya makan bergizi, minum air yang cukup, dan nyuri tidur walau 15 menit.
Kadang Manda minta maaf ke tubuh sendiri, karena dulu suka marah kalau ASI-nya dikit. Tapi sekarang Manda justru pingin bilang makasih: “Terima kasih ya, sudah mau terus berjuang, meski gak selalu dihargai.”
Tubuh ini, walau sudah lewat 30-an, tetap mau produksi ASI, tetap sabar digigitin bayi, tetap bangun berkali-kali di malam hari. Itu keajaiban yang tidak boleh dilupakan.
Menyusui adalah Perjalanan, Bukan Target
Kalau ada ibu yang bilang menyusui itu penuh cinta, itu benar. Tapi cinta itu bentuknya macam-macam. Ada yang berupa pelukan, ada yang berupa tangis kelelahan, ada yang berupa istirahat saat benar-benar butuh.
Manda masih menyusui hingga sekarang, 6 bulan lebih dikit. Gak tahu apakah bisa lanjut sampai satu tahun, dua tahun seperti si sulung, atau bahkan tiga setengah tahun seperti si tengah. Tapi Manda bukan lagi menghitung target. Manda lebih memilih menghitung momen.
Momen saat bayi menatap sambil menyusu. Momen saat tangannya ngegenggam jari Manda. Momen saat dia tenang hanya dengan dekat ke pelukan ini.
Itu semua bukan angka. Itu kenangan yang gak bisa diukur oleh apapun.
Penutup: Pelan-Pelan Saja
Kalau hari ini Manda sedang kelelahan, itu bukan tanda gagal. Itu tanda bahwa Manda sedang bekerja keras jadi ibu yang baik. Mungkin pelan-pelan, tapi penuh ketulusan.
Menyusui di usia 38 tahun bukan hal mudah. Tapi juga bukan hal yang mustahil. Selama kita mau mendengarkan tubuh, memberi ruang untuk istirahat, dan terus menyayangi diri sendiri, semuanya akan terasa cukup.
Cukup hangat. Cukup layak. Cukup kuat—meski kadang sambil menangis.
Suami harus siap sedia menemani istri di kala mereka membutuhkan maupun tidak membutuhkan. Agar pikiran terhindar dari stres berat, kita memang wajib bikin list apa ajaa yang sudah dicapai, mensyukuri apapun bentuknya, kecil atau besar
ReplyDeletesetuju banget, progres kecil harus dirayakan dan disyukuri :D semangattt!
ReplyDeleteAh suka banget tulisan ini. Dan harusnya tulisan ini banyak dibaca oleh perempuan di luar sana yang tengah berjuang jadi Busui juga, terlepas ada kesamaan atau tidak secara usia sebab poin-poin yang disampaikan itu tetap relevan terhadap semua Busui di luar sana.
ReplyDeleteSoal support system itu terutama. Gak kebayang ya, kalau orang sekitar gak dukung. Kayak itu ada video ibu melahirkan dibentak-bentak mertua sementara si suami gak ada terlihat membela, aku sedih banget. Kebayang kl ternyata ASI gak keluar/lancar, eh dia lagi yang disalahkan padahal ketersediaan ASI tergantung juga dengan suasana hati. Makanya, selalu respek pada semua wanita di luar sana yang sudah berjuang keras bahkan saat kehamilan. Sehat-sehat selalu, mbak!
Support system ini memang perlu diberikan oleh keluarga kepada ibu menyusui, karena peran penting itu bisa memberikan semangat luar biasa, bahwa para busui tidak berjuang sendirian.
ReplyDeleteIni juga jadi pengingat kepada siapa aja sih, semisal temannya atau tetangganya ada yang busui ya
Support System itu salah satu pondasi penting Mbak buat ibu yang baru saja melahirkan. Bisa dibayangkan dua anak yang sudah SD dan mereka di usia yang mana sangat amat riweuh di sekolah, ketambahan dengan si kecil yang baru hadir di dunia yang juga butuh perawatan. Termasuk masa di mana ibu juga bisa istirahat tanpa gangguan untuk pemulihan.
ReplyDeleteKalau lelah nggak apa-apa mengeluh ke suami atau orang yang dipercaya, kalau lelah boleh kok tidur dan jika memungkinkan menitipkan anak pada dua kakaknya serta ayahnya untuk menjaga.
Selalu merasa kagum dengan wanita yang punya anak dua atau lebih. Tenaga mereka dan sabarnya mereka tuh luar biasa. Dan, buatku para ibu di mana pun tetap hebat dengan segala kekurangan dan kelebihannya. :)
Support sistem memang yang paling utama ya mbaa...krn seorang bunda tidam bisa memberikan yg terbaik tanpa support sistem yg baik pula...
ReplyDeleteBener banget kata mba sekedar gak teriak2 ato seremeh mengambilkan air minum itu sudah amat sangat membantu yaa...
Dan usia memang gak bisa bo'ong yaa disaat tubun sudah tidak muda lagi makan kita akan lebih banyak butuh bantuan dan banyak adjustment disana sini agar semua berjalan dengan baik...
Btw ini brarti si bungsu dan si sulung selisih 10th ya mba..sama banget iji kayak aku sama adikku selisih 10th..entah antara disengaja ato tidak hehe
Semangattt menyusui ya dan semoga sampai 2 tahun ASI -nya. Memang kalau mau ASI lancar, selain makan yg bergizi juga wajib ada dukungan , terutama dari suami. Misalnya nemenin begadang, bantu ganti diaper, dll.
ReplyDeleteHalo sobat menyusui menjelang 40 tahun!!!
ReplyDeleteEmang kerasa staminanya beda banget ya. Badan lebih pegel-pegel juga. Tapi Alhamdulillah kuat dijalani berkat support system yang siap siaga.
Perjuangan berikutnya dari menyusui adalah proses menyapih. Semangat Manda!
Mbak Manda, semangat. Kehamilan di usia over 35 tahun memang lebih challenging, salah satunya karena faktor usia. Mbak Manda juga hebat lho sudah berhasil melahirkan dengan sehat dan selamat, baik mbak Mandanya dan dedek bayi.
ReplyDeleteAh bener banget, jadi orangtua muda itu bikin nggak bisa mandi. Bisa mandi sekali sehari aja udah privilege!
toss dulu mbak Manda, saya melahirkan anak ketiga di usia 38, duh rasanya nano-nano banget, di saat kakaknya masuk TK dan toddler, semuanya membutuhkan tenaga ekstra. Huha ngos-ngosan banget mbak, alhamdulillah ASInya full juga sampai 6 bulan tapi ASI ku dah ga keluar pas anakku umur setahun mbak
ReplyDeleteJarak si bungsu sama kakak-kakaknya cukup jauh juga ya mba dari segi usia. Semangat meng-ASI-hi ya mba untuk buah hati tercinta. Memang mulai lagi dari nol agak berat tapi yakin kalau sudah saling tatap dengan si kecil saat menyusui, bakal semangat terus
ReplyDeletePaham rasanya mba. Yg bisa menyusui sampai 2 tahun, itu hebaaat sih. Aku sendiri 2x melahirkan, 2x ga menyusui. Krn selalu kena babyblues. Sampai 3 bulanan. Di situ, sedikitpun aku ga mau sentuh si baby. Lihat mukanya aja langsung marah, nangis. JD selama aku kena babyblues, bayi dipegang babysitter full. Untungnya suami dan babysitter support banget. Mereka bener2 bantu dan ngerti kenapa aku ga mau nyentuh anak2. Mereka ga paksa, sampai aku sendiri yg mau menyentuh nanti. Makanya di saat babyblues reda, asi juga udah ga ada. Tapi ya sudahlah, yg penting reda dulu saat itu.
ReplyDeleteMakanya aku bilang, salut utk yg mampu bertahan. Krn ini semua wajib sih disupport keluarga terdekat. Ga mudah buat ibu menyusui menghadapi masa2 menyusui bayi . capeeek , terlebih kalo ga pake babysitter.
Hebat mbak bisa tetap sehat, kuat, semangat, dan terus nge-blog di saat kerempongan menyusui si kecil. Udah pasti beda rasanya punya bayi di usia ibu di bawah 35 dan di atas 35. Stamina, pikiran dan urusannya aja udah beda banget. Ibu bukan superwoman yg harus kuat dalam segala hal.
ReplyDeleteDan betul sekali, yg bener² ngebantu itu adalah support system yg tak lain adalah keluarga sendiri. Selain suami yg tetep hrs siaga, mungkin bisa juga kakak²nya diajari hal kecil untuk bantu/momong adiknya yg masih bayi mbak. Ini juga sekaligus bisa meningkatkan bonding kakak-adik. Tetap semangat ya mbaa 💪
Aku merinding membacanya, karena ini sungguh hal luar biasa. Diberi tugas oleh hidup untuk merawat penerus, dengan kondisi tubuh sudah mulai retan itu butuh kesadaran penuh.
ReplyDeleteTerima kasih ya sudah kuat dan berbagi lewat tulisan, semoga tulisan ini banyak bertemu Ibu-ibu yang mengalami hal yang sama.
Walau belum pernah menyusui, merawat bayi dalam usia 38 percaya banget butuh perjuangan. Aku yang sudah melewati fase usia itu sangat mengerti. Banyak kebaikan kiranya menyertaimu dan keluarga. Sehat selalu.
Semangat ya Manchin..
ReplyDeleteMemang beda anak, beda cerita
Menyusui memang kadang penuh tantangan
Tapi bismillah, dijalani saja ya
Pasti akan ada jalan mudahnya
Happy breastfeeding
Berasa jadi ibu baru lagi ya Manda, karena dua anak sudah gede-gede mana tubuh kondisinya tak se strong waktu anak pertama siring pertambahan usia, semoga lancar proses mengasihi ya ibu dan baby sehat dan bahagia...
ReplyDeleteAku sama dengan Manda, mbak
ReplyDeleteDi usia itu bahkan harus bergulat dengan drama tinggal sama mertua dan kakak ipar
Sungguh bergejolak sekali
Di saat butuh istirahat tapi adat masih terlalu dipegang kuat
Jika tak sadar aku cuma sendiri di tanah rantau, bakalan ngamuk deh
Mandaaa... cari support system yang kuat ya
Tetap semangat