Hai hai TemaNda

Ada fase-fase dalam hidup sebagai orang tua yang kerap kali membuat hati Manda menghangat. Bukan karena sedih, bukan juga karena takut berlebihan. Tapi lebih ke perasaan campur aduk antara bahagia, terharu, dan sedikit rasa gak percaya. Salah satunya adalah ketika akhirnya Manda menemani anak sulung melewati pengalaman sosial yang rasanya sederhana, tapi ternyata punya makna besar.

Sesekali hal seperti ini membuat Manda berpikir sudah jadi orang tua seperti apa sejauh ini. Apakah sudah memilih reaksi-reaksi terbaik setiap menghadapi anak anak kita? Apa sudah sesuai dengan tulisan Kak Dian Restu Agustina tentang karakter pendidik yang sukses? Setiap ada hal baru, saat itu juga Manda mengevaluasi diri.

Contohnya hari itu, Nayyara anak sulung Manda yang usianya baru 10 tahun punya agenda spesial. Untuk pertama kalinya, dia janjian nonton bareng teman-teman sekelasnya. Bukan rame-rame satu kelas, tapi cukup empat orang saja. Perempuan semua. Ada Hagia, Luna, dan Rea. Mereka sepakat nonton Zootopia 2 di CGV Paskal 23 Bandung.

Buat sebagian orang tua, mungkin ini hal biasa. Tapi buat Manda, ini adalah momen transisi kecil yang layak diabadikan dalam tulisan. Karena Nayyara bersekolah daring dengan metode blended learning di Sekolah Murid Merdeka. Dan berarti frekuensi ketemu langsung dengan teman sekelas memang gak sesering sekolah konvensional. Jadi setiap kesempatan bertemu tatap muka rasanya jadi lebih berharga.

Besti at CGV Paskal 23 Bandung


Janjian dan Persiapan Meet Up

Janjian pun dibuat layaknya tahu bulat, kurang dari sepekan alias hanya enam hari. Tiket dibeli online lewat TIX ID praktis, rapi, dan bikin anak-anak belajar sedikit soal perencanaan. Untuk sepakat ternyata cukup memakan waktu. Karena masuk ke musim liburan, kita perlu menentukan beberapa hal. Termasuk hari dan lokasi. Itupun setelah sebelumnya berkutat dengan memilih dari beberapa pilihan kegiatan.

Mereka excited bukan main. Dari obrolan di rumah, Manda bisa lihat bagaimana Nayyara menyiapkan diri. Dari mulai baju apa yang mau dipakai, jam berangkat, hal yang perlu disepakati, sampai memastikan tidak telat pada hari H. 

Hal-hal kecil yang diam-diam menjadi saksi proses tumbuh sang gadis remaja.

Paskal 23

Kami sampai di Paskal 23 agak lebih awal. Bahkan pintu lobby juga belum buka. Saat itu kami turun di Lobby Cai dan beberapa pengunjung mengantri masuk ke Mall. Karena waktu tayang tiket CGV yang sudah didapat kian mepet, Manda bertanya kepada satpam dan diarahkan untuk masuk dari Lobby Ruhai. Alhasil kami perlu keluar dari Mall dan menyusuri trotoar samping Mall.

Ternyata Lobby Ruhai pun sudah ramai pengunjung. Kami kembali diarahkan ke CGV, kali ini diminta untuk naik melalui Lift tengah yang sudah dibuka. Sekadar informasi, untuk jam normal, bagi yang membawa stroller disarankan untuk naik melalui Lift samping dekat Lobby Langit. Karena Lift pengunjung tengah tuh ngantri banget terutama saat akhir pekan.

CGV Paskal 23

Singkat cerita kami naik ke Lantai 3 menuju CGV. Kami datang paling awal sementara yang lain masih terjebak di Lobby Langit dan menunggu pintu dibuka sesuai jam operasi Mall.

CGV Bersama Besti


Suasananya CGV ramai tapi cukup nyaman. Anak-anak langsung berkumpul, saling sapa, dan cek tiket. Manda? Tentu saja tidak ikut menonton. Manda hanya masuk studio untuk memastikan mereka duduk di kursi yang tepat. 

Kami, para orang tua, mengambil peran sebagai penunggu setia. Duduk dan berkeliling di sekitar CGV, memastikan semuanya aman, sambil sesekali melirik jam.

Ada perasaan unik saat melihat mereka masuk studio. Antara pengen ikut nimbrung, tapi juga sadar bahwa ini memang ruang mereka. Ruang belajar bersosialisasi, belajar mandiri, belajar menikmati waktu bersama teman.

Setelah Menonton

Waktu menunggu terasa cepat. Begitu film selesai, mereka keluar dengan wajah cerah, suara riuh, dan cerita yang langsung tumpah ruah. Zootopia 2 jadi topik hangat.

Setelah itu, kami lanjut makan cemilan bareng di food court. Duduk satu meja, berbagi makanan, minuman, dan cerita. Meskipun diawali sedikit keheningan dan sempat terpaku gawai masing-masing. Gemasnya sempat ada momen tukar kado yang sederhana tapi hangat. Bukan soal isinya, tapi niatnya. Anak-anak belajar memberi dan menerima dengan bahagia.

Mereka sempat mengeluarkan kertas dan alat tulis untuk menggambar bareng. Obrolannya mulai ngalir, tawa kecil muncul, dan Manda hanya bisa mengamati dari kejauhan dengan hati yang penuh.


Belum lengkap rasanya kalau belum lihat-lihat. Mereka pun masuk ke Oh Some. Mata berbinar melihat berbagai produk lucu. Diskusi kecil terjadi mana yang lucu, mana yang perlu, mana yang bisa dibeli. Akhirnya masing-masing memutuskan prioritasnya. Ada yang membeli yang memang dibutuhkan. Ada juga yang mengurungkan niat setelah mempertimbangkan. Pelajaran kecil tentang memilih dan menahan diri.

Sebelum berpisah, tentu ada sesi foto-foto. Berdiri berjejer, senyum lebar, pose khas anak-anak. Kamera ponsel menangkap momen yang mungkin terlihat biasa, tapi bagi Manda, ini adalah potongan kenangan yang kelak akan terasa mahal.

Pertemuan itu singkat. Tidak seharian penuh. Tidak ada agenda besar. Tapi justru di situlah letak keindahannya. Anak-anak bertemu, tertawa, berbagi, lalu pulang dengan hati yang ringan.

Sebagai orang tua, Manda belajar bahwa mendampingi anak remaja, atau pra-remaja, bukan soal selalu berada di depan mereka. Tapi tahu kapan melangkah sedikit ke belakang, memberi ruang, sambil tetap siaga.

Semoga pertemuan singkat itu benar-benar menjadi kenangan yang menghangatkan. Kenangan tentang teman, tentang tawa, tentang hari biasa yang ternyata istimewa. Dan semoga kelak, saat mereka tumbuh lebih besar, momen-momen kecil seperti ini tetap punya tempat di ingatan.

Karena dari hal-hal sederhana seperti inilah, rasa percaya diri, empati, dan kebahagiaan sosial anak pelan-pelan terbentuk.


Refleksi diri

Di perjalanan pulang, Manda sempat berpikir, ternyata menjadi orang tua dari anak yang mulai beranjak remaja itu rasanya seperti berdiri di persimpangan. Di satu sisi, masih ingin menggenggam tangan mereka erat-erat. Di sisi lain, kita juga harus belajar melepaskan sedikit demi sedikit. Memberi kepercayaan. Memberi ruang.



Nayyara mungkin belum benar-benar remaja, tapi tanda-tandanya sudah mulai terlihat. Cara dia berinteraksi dengan teman, caranya mengambil keputusan kecil, hingga keberaniannya menyampaikan keinginan. Semua itu adalah proses. Dan tugas kita bukan menghalangi, tapi menemani.

Manda bersyukur, pengalaman pertama nonton bareng teman ini berjalan hangat dan aman. Tidak berlebihan, tidak juga terlalu dibatasi. Anak-anak menikmati waktu mereka, sementara orang tua tetap hadir tanpa terlalu mencampuri. Sebuah keseimbangan yang rasanya tidak selalu mudah, tapi sangat penting.

Di era sekarang, ketika anak-anak lebih sering bertemu lewat layar dibanding tatap muka, pertemuan sederhana seperti ini jadi terasa mahal. Bertemu langsung, berbagi tawa tanpa emoji, bercanda tanpa delay sinyal. Semua itu membangun koneksi yang tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh dunia digital.

Sekolah blended learning memang memberi banyak fleksibilitas. Tapi di sisi lain, kita sebagai orang tua juga perlu lebih peka menyediakan ruang-ruang sosial bagi anak. Bukan dengan memaksa, tapi dengan membuka kesempatan.

Paskal 23 hari itu bukan sekadar tempat nongkrong atau pusat perbelanjaan. Buat Nayyara dan teman-temannya, itu adalah panggung kecil untuk belajar bersosialisasi. Belajar janji, belajar tepat waktu, belajar berbagi, bahkan belajar berpisah.

Ketika mereka akhirnya melambaikan tangan, berjalan menjauh satu per satu bersama orang tuanya masing-masing, Manda tahu, momen ini akan tersimpan lama. Mungkin kelak tidak diingat detailnya, film apa yang ditonton, makanan apa yang dimakan, tapi rasa hangatnya akan tinggal.

Dan buat Manda pribadi, hari itu juga menjadi pengingat. Bahwa parenting bukan soal sempurna, tapi soal hadir. Hadir dengan tenang, hadir dengan percaya, hadir tanpa drama yang tidak perlu.

Semoga akan ada banyak momen sederhana lain ke depannya. Momen singkat, tapi bermakna. Karena sering kali, kenangan yang paling menghangatkan justru lahir dari hari-hari yang tampak biasa maupun luar biasa. 

SHARE 3 comments

Add your comment

  1. Manda, aku auto terharu dan takjub baca kisahnya. Kebayang gimana rasanya jadi Manda saat melihat anak menjelang remaja. Mulai janjian nonton bareng, yaampun kebayang gemash ekspresi mereka saat memilah baju mana yang mau di pakai.

    Terima kasih sudah menjadi ibu yang hadir di momen berkesan ini. Tentu nonton Zootopia 2 di CGV Paskal 23 Bandung, akan terkenang hangat dan baik dalam ingatan anak Manda. Seneng dengan agenda-agenda kecil mereka, akrab dan hangat.

    ReplyDelete
  2. Seneng bgt masih ada ortu, khususnya ibu yg msh menemani si kecil yg bertumbuh dewasa utk ke ruang publik. Salah pilih teman bisa bahaya tuh pergaulannya. Walau cuman nonton bioskop dan beli barang2 lucu di mal, pengalaman hidup mereka bakalan berkesan dan terkenang seumur hidup.

    Emg sih hrs pelan2 utk melepas anak demi kemandirian. Berikan kebebasan yg bertanggung jawab agar mereka bs tenang menjalani hidup.

    ReplyDelete
  3. Anakku tahun depan insyaallah usianya 10 tahun dan kayaknya aku harus sudah menyiapkan diri nih sama transisi dia menuju remaja. Kalau sekarang anaknya juga lagi seru-serunya main sama teman-temannya di komplek. Bahkan kalau malam minggu gitu suka ngumpul bareng

    ReplyDelete

© Alienda Sophia · THEME BY WATDESIGNEXPRESS