Hai hai TemaNda !

Buat pecinta drama, pastinya banyak pilihan drama yang bisa jadi genre favorit kita. Ada drama yang bikin kita jatuh cinta sama tokohnya. Ada drama yang bikin kita geregetan. Dan ada drama seperti Dear X, yang sejak awal udah terasa menghisap masuk ke lorong gelap yang genrenya bukan tipikal drama Korea mainstream. Sangat jelas ini bukan tipe tontonan yang manis atau healing, Dear X justru menyuguhkan deretan aktris yang sedang populer dengan lapisan psikologis yang rumit, penuh manipulasi, dan nyaris tidak memberi ruang bagi kita untuk bernapas tenang.

Bukan berlebihan kalau banyak orang menyebut drama ini sebagai salah satu proyek paling berani dalam genre melodrama psikologis beberapa tahun terakhir. Mungkin gak cuma Manda yang sekarang melihat Kim Yoo-jung jadi ada kesan ngeri ngeri sedap, karena teringat sosok Baek Ah-jin.

Dan kali ini Manda cuma akan bahas bagian luar dramanya, tanpa banyak Spoiler Ending. Seperti biasa Manda akan spill tipis untuk TemaNda yang butuh ulasan Kdrama ataupun Ulasan Film Korea dengan pendekatan yang lebih psikologis dan gak terlalu bahas luarannya.

Dear X


Premis yang Mengikat Sejak Menit Pertama

Cerita berpusat pada Baek Ah-jin, aktris muda yang hidupnya terlihat nyaris sempurna. Kariernya melesat, wajahnya menghiasi berbagai kampanye iklan prestisius, dan setiap langkahnya diikuti sorotan kamera. Tapi di balik panggung glamor itu, Dear X membedah sisi gelap yang selama ini ditutupi: trauma masa kecil, pola hubungan yang tidak sehat, dan strategi manipulatif yang ia gunakan untuk bertahan atau mungkin untuk menang.

Yang bikin drama ini terasa kuat adalah cara ceritanya mematahkan ilusi kita pelan-pelan. Kita diajak melihat betapa rapuhnya batas antara korban dan pelaku. Dari satu adegan ke adegan lain, kita dibiarkan menebak apakah Ah-jin pantas dikasihani, ditakuti, atau keduanya sekaligus.

Adaptasi yang Matang dari Webtoon

Banyak drama adaptasi yang hanya mencomot cerita, tapi Dear X terasa seperti versi yang lebih dewasa dari sumbernya. Alurnya lebih tajam dan pacing-nya dibuat lebih mengikat. Pengembangan karakternya pun diperluas: kejadian-kejadian masa lalu yang hanya disentuh sekilas di webtoon di sini digali dalam dan diberi konteks emosional yang membuat tindakan Ah-jin punya bobot.

Transisi antara masa kini dan masa kecilnya tidak pernah terasa dipaksakan. Justru makin lama kita menonton, makin jelas kenapa karakter ini menjadi begitu kompleks. Drama ini tidak memberikan pembenaran, tapi juga tidak memberikan vonis yang mudah.

Akting Kim Yoo-jung yang Karier-Defining Role

Salah satu alasan drama ini mendapat spotlight besar adalah transformasi Kim Yoo-jung. Selama bertahun-tahun ia identik dengan karakter yang hangat dan mudah disukai. Seperti yang kita tau ia mengawali kariernya sebagai aktris cilik yang berkesan manis. Tapi perannya sebagai Baek Ah-jin adalah kebalikannya, dingin, memikat, rapuh, licik, sekaligus menyimpan sisi rentan yang membuat kita tidak bisa sepenuhnya membencinya.

Yang paling menonjol adalah detail-detail kecil tatapan yang berubah sepersekian detik, senyum yang tidak pernah benar-benar sampai ke mata, cara ia mengubah nada suara saat ingin mendapatkan sesuatu. Juga ada tawa ngeri di satu adegan yang membuat penonton bergidik. Ini bukan tipe akting yang meledak-ledak, tapi justru intens karena sunyi dan presisi.

Terekam dalam salah satu acara Behind The Scene, kalau Kim Yoo-jung yang terlalu mendalami karakternya, sampai sempat pingsan di salah satu pengambilan adegan.

Pemeran lain seperti Kim Young-dae memberikan fondasi yang kuat. Dinamika mereka yang penuh tarik-ulur emosional menjadi salah satu alasan mengapa setiap episode terasa menegangkan.

Pendekatan Psikologis yang Meresahkan

Drama ini jelas bukan ditulis untuk kenyamanan. Ceritanya banyak mengangkat tema-tema seperti:

  • Trauma masa kecil dan bagaimana itu membentuk mekanisme bertahan hidup seseorang,
  • Pola relasi yang toxic,
  • Kemampuan seseorang untuk memanipulasi citra publik,
  • Betapa tipis batas antara kasih sayang, obsesi, dan kontrol.

Yang menarik, Dear X tidak pernah memberi jawaban yang hitam atau putih. Tidak ada satu tokoh pun yang benar-benar “bersih.” Bahkan karakter yang terlihat baik pun punya sisi gelap yang muncul saat mereka terseret ke circle Ah-jin.

Buat Manda pribadi, nonton drama ini ibarat mengamati seseorang yang lagi berjalan di tali tipis. Kita tahu ia akan jatuh, tapi tidak tahu kapan dan apakah kita ingin menolong atau melihatnya terjatuh.

Visual, Musik, dan Atmosfer

Secara sinematografi, Dear X punya estetika yang dingin dan elegan. Banyak adegan yang menggunakan palet warna tenang  abu-abu, biru, putih  yang memperkuat kesan glamor sekaligus kosong. Kontrasnya terasa jelas ketika adegan masa kecil muncul, dengan tone warna lebih hangat namun terasa menekan dan sesak. Deretan aktor dan aktris terpilih jelas memiliki kekuatan visual yang kuat, dan didukung dengan outfit dan makeup yang ciamik. Meskipun, sekali lagi, kesannya dibuat dingin, bukan yang manis seperti romcom.

Musiknya juga dibuat subtil, bukan yang jenis overpowering. Hampir semua scoringnya diletakkan sebagai penanda ketegangan, bukan pemanis.

Hasilnya, atmosfer drama ini terasa tegang sepanjang waktu, tapi juga sangat cantik secara visual.

Plot yang Konsisten Meningkat

Awal drama cenderung fokus membangun misteri. Latar belakang pola pikir pemeran utama dihadirkan secara langsung di awal drama. Tapi begitu memasuki pertengahan, alur mulai naik dengan ritme yang mantap. Konflik batin Ah-jin, hubungan rumitnya dengan orang-orang terdekat, dan konsekuensi dari pilihan-pilihan masa lalunya semuanya bergerak menuju satu titik yang tidak bisa dihindari.

Drama ini tidak bergantung pada twist ecek-ecek. Ketegangannya datang dari pilihan moral yang semakin sulit, dan bagaimana satu kebohongan kecil bisa merembet menjadi kekacauan yang tidak terkendali. 

Kekuatan Utama Drama Ini

Karakter utama yang tidak biasa jarang ada drama yang berani menempatkan seorang aktris muda dalam peran sekompleks ini.

  • Pendalaman psikologis yang realistis tidak mengarah ke dramatisasi berlebihan.
  • Akting yang solid dan matang terutama pemeran utama.
  • Visual yang mendukung cerita elegan tapi dingin.
  • Alur yang stabil dan tidak tergesa-gesa memberi ruang bagi perkembangan karakter.

Hal yang Mungkin Bikin Penonton Terpecah

  • Tokoh utama yang “tidak bisa disukai” mungkin membuat sebagian orang kesulitan terhubung secara emosional.
  • Temanya cukup berat dan gelap, bukan tontonan yang cocok buat healing.
  • Beberapa keputusan karakter terasa kontroversial tapi memang itu inti dari drama ini.

Kesimpulan

Dear X adalah drama yang menurut Manda cukup memaksa kita melihat sisi-sisi manusia yang tidak nyaman. Drama ini bukan tentang pencarian penebusan, bukan tentang cinta yang menyembuhkan, dan bukan pula tentang dunia hiburan yang glamor. Kisahnya disajikan adalah gambaran jujur tentang seseorang yang dibentuk oleh luka, ambisi, dan ketakutan kehilangan kendali.

Kalau Manda sih suka ya drama yang menantang seperti ini. Apalagi Dear X punya lapisan cerita yang kaya, dan menampilkan akting yang kuat. Buat Manda Dear X jelas wajib masuk daftar tontonan. Ini salah satu drama yang setelah selesai ditonton, rasanya butuh waktu untuk mencerna dan itu, justru, menunjukkan betapa kuatnya kisah yang disampaikan. Kalau istilah minum kopi, ini tuh kopi yang punya skor aftertaste 4/5 dengan sisa bitter yang cukup tajam. Tapi kalau untuk skor dramanya, menurut opini Manda ini bisa dikasih 9/10. TemaNda punya pendapat lain? Kuy bahas di kolom komentar!




SHARE 0 comments

Add your comment

© Alienda Sophia · THEME BY WATDESIGNEXPRESS